Read This First! ^^

Assalamuallaikum...
Anyeonghaseyo~~

Ini blog ke dua saya, setelah saya pernah bikin tapi gagal karena nggak tahu cara pakenya *adminyanggaptek
Dan alhamdulillah, blog ini bisa jalan walaupun kadang - kadang adminnya suka males,, hwehehe.. Admin mulai semangat ketika tahu visitornya nambah terus.. ^.^ Yeaayy!!
Gomawo buat chocochiphyo dan Paradiseofkpop yang sering bantuin, ngajarin aku ngurus blog dan blajar sotosop (Photoshop maksudnya. --v). Makasih juga buat Remblong yang biasanya jadi temen sharing soal blog de el - el.. ^^

Btw, ada beberapa peraturan yang harus kalian taati.. ^.^
Nggak susah kok..

1. No Bashing
2. Take out with full credit
3. Tinggalkan jejak.. ^.^

Gampang kan?? ^^

Onkey,, kalian bisa ubek - ubek dan liat - liat isi blog ini..
And, enjoy for reading! ^.^

Wassalam..

Rabu, 08 Agustus 2012

Fanfiction - I Love You

Judul    : I Love You
Author : Rizka_RiChan
Genre  : Romance
Rating : Teenager
Length : Ficlet
Cast     : Byun BaekHyun (EXO), Han Hye Na (OC)




Author’s Note :
Anyeonghaseyo~~

Posternya itu fotonya Baek Hyun sama Victoria F(x). Author pake Victoria soalnya pose nya lagi pas banget, hehe. Tapi di cerita, author pake OC, kok.

FF INI 100% HASIL PEMIKIRAN AUTHOR. CERITA NYA BENAR – BENAR FIKTIF. TIDAK SESUAI SAMA SEKALI DENGAN KENYATAAN. AUTHOR TIDAK BERMAKSUD JELEK. AUTHOR HANYA INGIN MENYAMPAIKAN IDE AUTHOR SAJA. JIKA ADA YANG TIDAK SETUJU DENGAN CAST, ATAU BIAS, ATAU CRITANYA, AUTHOR MINTA MAAF YA~

NO PLAGIATOR! Plagiator hanyalah orang – orang yang tidak bisa menghargai hasil orang lain, yang merusak, dan menyebabkan banyak dampak negative. Saya tahu, FF saya bukan FF yang sudah sempurna dan bagus, tapi setidaknya hargai ide saya. Saya yakin, suatu saat plagiator akan merasakan dampak buruk yang pernah dilakukannya dulu. Maka dari itu, plagiator jauh – jauh ya dari sini.

            Author tidak melarang adanya SIDERS.. ^^ Hanya saja, bukannya lebih baik jika kalian member saya komentar, agar saya bisa lebih baik lagi? Bukannya itu hal yang baik? Saya akan benar – benar berterima kasih untuk itu. ^^

Oke, Mianhae author banyak omong.. ._.v Enjoy Reading and don’t forget to give a comment! Itu sangat berarti buat author..^^

~ Hye Na PoV~
           
Tap.. Tap.. Tap..
             Kuayunkan kaki ku melewati lorong gedung yang sudah tak berpenghuni ini. Derap langkahku terdengar begitu jelas. Wajar saja jika suasananya begitu sunyi dan mencekam. Siapa yang masih berkeliaran jika sudah sesore ini? Lebih baik tidur dan bersantai di rumah saja.
Tanpa sengaja, telingaku menangkap suara petikan gitar. Semakin ku melangkah, semakin jelas terdengar. Bukan suara yang asing. Ku lihat di ujung lorong gedung lantai 4, menghadap ke arah pemandangan luas, seorang namja (pria) dengan poni diterpa angin yang sedang duduk bersila sembari memetik gitar dan membuat coretan di kertas yang berserakan. Dia Byun BaekHyun, teman dekatku. Aku ragu akan sebutan ‘teman’ setelah aku menyadari bahwa aku memiliki perasaan yang lebih kepadanya.

Dia orang pertama yang berbicara denganku ketika aku baru saja pindah ke Korea. Mungkin bisa dibilang ‘kembali’. Aku memang berasal dari Korea, hanya saja tinggal lama di Brisbane, Australia. Baek Hyun adalah tetanggaku. Rumahnya tak jauh dari tempat tinggalku. Hanya berjarak dua rumah.
            Aku tak tahu bagaimana bisa aku mengenalnya. Dia namja (pria) pendiam dan tidak terlalu sering berkomunikasi. Dia hanya sering berkutat dengan gitarnya, bersama pena, dan notes atau sesekali kertas – kertas putih. Seingatku, aku mengenalnya ketika ada sebuah perayaan di daerah rumahku. Yang jelas, ketika itu aku mengambil makanan dan tidak sengaja menumpahkan makanan itu ke baju BaekHyun. Namun, aku terkejut ketika melihat reaksinya. Dia hanya tersenyum. Dan lebih parahnya lagi, dia malah mengajakku makan bersama. Sejak itu, entahlah, kita mulai dekat satu sama lain. Yeah, classic story.
Yang aku inginkan adalah menghabiskan banyak waktu dengannya, tapi aku harus menerima kenyataan yang berbeda. Aku tak pernah bisa. Dia seperti mencoba menghindariku. Dan kenyataan menyakitkan lainnya adalah dia sering pergi begitu saja tanpa berpamitan dulu padaku. Dan aku? Aku tidak berbuat apa – apa. Aku hanya melihat nya sampai dia benar – benar menghilang dari pandanganku. Aku tak mengerti mengapa aku tak dapat menahannya. Seharusnya aku marah atau menegurnya. Tapi, aku tak pernah melakukannya. Tak pernah bisa. Mungkin aku sudah terbiasa dengan sifatnya yang cuek itu. Tragis memang.
BaekHyun memangku gitar coklat yang penuh dengan coretan tangannya. Entahlah, apa yang dia tulis di sana. Tulisannya begitu membingungkan, abstrak, dan.. uhh, susah untuk dipahami dan dijelaskan. Di sekitarnya terdapat banyak kertas – kertas dan sebuah pena. Yah, begitulah dia. Jika sudah bertemu dengan ketiga benda tersebut -Gitar,kertas,dan pena-, dia tak akan ingat bahwa dia masih hidup di muka bumi dan masih banyak hal di sekitarnya. Bahkan mungkin dia akan lupa bahwa ada aku di sini. Ah, lupakan tentangku. Dia akan sibuk dengan dunia nya sendiri. Aku sendiri tak mengerti dia sedang di dunia yang bagaimana. Ya, biarlah dia nikmati dunia nya sendiri.
            ”Sedang apa di sini? Sudah hampir malam dan kau belum juga pulang?” suaraku menghentikan aktivitasnya.
            “Ah, ani (tidak). Aku hanya, yah.. melakukan hal yang memang biasa aku lakukan,” jawabnya seraya melempar senyum padaku. Aku duduk di sampingnya sembari memandangi nya yang memetik gitar asal – asalan.
“Apa kau tak lelah? Segeralah pulang,” aku mencoba menunjukkan perhatianku padanya.
            “Heum? Aniyo (tidak). Oh iya, bagaimana pengumuman beasiswamu ke luar negeri itu?” jawabnya sembari menatapku teduh. Ya, pandangan yang selalu bisa membuatku luluh dan berulang kali jatuh hati padanya.
            “Akan di umumkan bulan Mei nanti. Kau, bagaimana? Jadi melanjutkan sekolah di mana?”
            “Aku? Belum terfikirkan.”
            “Belum? Bagaimana bisa? Teman – teman kita yang lain sudah mulai melanjutkan sekolahnya. Ayolah, kau pasti bisa,” aku mencoba menghiburnya. Dia selalu menjawab begitu setiap ku tanya tujuannya ke depan.
            “Masa depan? Sesuatu yang berlebihan jika aku membicarakan tentang masa depan. Cukup memikirkan untuk hari ini dan esok saja.” dia melihatku dengan tatapan yang mematikan. Tolong. Jangan tersenyum lagi. Atau lebih baik kau hentikan waktu saja agar aku dapat terus melihat senyummu.
            Aku mengurungkan niatku untuk berkata lebih lanjut ketika dia tiba – tiba berdiri sambil menenteng tasnya. Sedari tadi dia sudah merapikan barang – barangnya dan siap untuk pergi sekarang.
            “Pulanglah,” ucapku singkat sembari mengembangkan senyum.
            Namja (pria) itu, selalu menyisakan tanda tanya…
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
            Ku gores kertas putih di hadapanku ini dengan tinta hitam. Mencoba menyibukkan diri. Memfokuskan segala pikiranku pada satu namja yang sedang aku gambar sketsa wajahnya. Otak, mata, dan tanganku bekerja secara bersamaan. Otakku mencoba mengingat bayangannya, sedangkan mata dan tanganku mencoba menggambarkan sosoknya, walaupun tetap jauh lebih baik aslinya. Aku terus menggores dan menggores tanpa peduli dengan orang – orang di sekitarku.
            “Sedang apa? Sepertinya asik sekali,” segera ku tutup buku ku dan menyembunyikannya di balik punggung ketika melihat Byun BaekHyun datang dan duduk di sampingku yang sedang berteduh di bawah pohon. Ya, seperti itulah dia. Datang dan pergi tanpa di duga. Datang ketika aku mulai berhasil menahan egoku untuk terus bersamanya dan pergi ketika aku benar – benar membutuhkannya. Aku lelah. Bagaimana caranya agar dia mengerti tentang perasaanku?
            “Ah, ani(tidak). Tidak sedang apa – apa. Hehe,” aku menjawabnya seraya mengatur nafas. Aku terkejut karena kedatangannya yang tiba - tiba.
            “Kau ini, selalu saja,” jawabnya sambil menggerutu kesal. Dia memalingkan muka, lalu menunduk, meraba – raba rumput, dan sesekali mencabutnya. Tingkahnya persis seperti orang yang sedang gelisah.
            “Gwenchana(tidak apa-apa)?” aku memulai percakapan lagi setelah aku hanya memandanginya yang sedang menatap langit senja. Apa dia sakit? Dia terlihat tak bersemangat.
            “Mungkin aku akan merindukannya,” ucapnya sembari tersenyum dan menunduk. Ya, kata – kata yang singkat, namun menimbulkan berjuta tanda tanya.
            “Mwo(Apa)? Mworago(Apa yang kamu katakan)? Naega Arraji Anayo(Aku tak mengerti),” aku bingung. Apa maksudnya?
            “Kau akan tahu nanti,” dia menatapku dengan senyumannya. Senyuman mautnya. Mencoba meyakinkanku. Dan tak lama, lagi – lagi ia berjalan pergi dan menyisakan aku sendiri di sini.
            Aku tak berhenti memikirkan maksud perkataannya.
            “Mungkin aku akan merindukannya.”
            Merindukannya? Siapa? Apa yang di maksud dengan ‘-nya’? Seseorang? Apa yang dia maksud adalah langit? Well, memang terdengar konyol. Tapi, tadi dia mengatakannya sambil menatap langit, kan? Tidak menutup kemungkinan.
            Namja (pria) itu, lagi – lagi menyisakan tanda tanya…
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Aku menghentak – hentakkan kaki. Ya, itu kebiasaanku jika aku merasa bosan atau gugup. Aku mengedarkan pandanganku dan kembali fokus pada ponsel yang ku genggam, mengetik beberapa kalimat, dan menekan tombol send. Aku mulai cemas. Apa dia tidak jadi datang? Ini sudah pukul 08.00 dan aku telah menunggunya sejak 2 jam yang lalu.
            Hari ini, BaekHyun berjanji akan menghabiskan waktu seharian bersamaku. Hal ini terjadi karena aku mendesaknya. Aku berhasil mendapatkan beasiswa bersekolah di luar negeri dan aku menyuruhnya melakukan ini sebagai hadiah darinya.
            Dari jauh, ku lihat Baek Hyun yang berlari ke arahku. Dia terlihat pucat. Aigoo(astaga).. Apakah dia sakit? Apa aku yang terlalu memaksanya?
“Mian(Maaf).. Mianhae(Maaf).. Ada sedikit urusan yang harus aku kerjakan tadi. Aku benar – benar minta maaf,” ucapnya saat sampai di hadapanku sembari mengatur nafasnya,
“Hyunnie.. Kau tidak apa – apa? Kau terlihat pucat. Apa aku terlalu memaksamu?” ku pegang pundaknya seraya menurunkan sedikit posisi kepalaku sampai bisa menangkap wajahnya yang sedang menunduk mengatur nafas.
“Ahh.. Ani (tidak). Aku sudah berjanji, dan aku tidak boleh mengingkarinya,” jawabnya. Dia merenggangkan tubuhnya seolah menunjukkan padaku bahwa dia baik – baik saja.
            “Mau ke mana kita sekarang?” tanyanya sembari melempar senyum padaku.
            “LOTTE WORLD!”
            Bermain di Lotte World memang benar – benar menguras tenaga. Aku dan BaekHyun sedang berada di salah satu Café di daerah Seoul, menikmati 2 cangkir cappuccino latte sembari menikmati pemandangan kota Seoul di malam hari.
            “Hyunnie,” ucapku memecah keheningan. Sejak tadi, aku dan dia hanya menatap pemandangan luar dan sibuk dengan pikiran masing – masing.
            “Heum?” responnya sambil menyesap cappuccino latte yang digenggamnya. Aku gugup. Apa harus aku katakan sekarang? Aku.. Aku bingung. Bagaimana ini?
            “Aku.. Aku.. Me-“ aku menggantungkan kalimatku.
            “Me-? Me- apa?”
            “Menyukaimu. Yah, aku menyukaimu.” Yah, harga diriku benar – benar runtuh sebagai wanita. Aku takut melihatnya. Aku takut akan kemungkinan – kemungkinan buruk yang akan terjadi. Siapa tahu, dia akan menghindariku, atau malah membenciku. Tapi, mau tidak mau aku harus menghadapinya. Aku sudah terlalu lama menunggu dan sudah terlalu jauh melangkah. Aku tidak bisa berhenti saat ini juga.
            Aku mulai mencoba menatap wajahnya. Dia terlihat biasa saja. Tak tersirat rasa terkejut di wajahnya. Dia menghela dan mengalihkan pandangannya menuju cappuccino latte yang di letakkannya di meja. Tangannya mempermainkan cangkir di hadapannya.
            “Sayangnya, aku tidak.” Akhirnya dia berbicara. Dengan santai nya dia mengatakan hal itu tanpa ada perasaan menyesal yang tersirat di setiap perkataannya. Aku tertunduk. Menahan air mataku yang mencoba keluar. Ku kepalkan kedua tanganku, mencoba meredam emosi. Aku tak tahu harus apa. Apa aku harus marah, membentaknya, menangis, kecewa, aku tak tahu.
            “Lalu, untuk apa kau mendekatiku?” tanyaku cepat dengan nada tajam dan dingin.
            “Aku? Mendekatimu?”
            Hatiku teramat sakit ketika mendengarnya mengatakan hal itu. Cukup sudah. Setelah sekian lama aku menunggu saat ini, yang ku dapat hanyalah rasa sakit yang teramat dalam. Air mataku sudah tak terbendung. Aku ingin melampiaskan kemarahanku padanya. Namun, apa hak ku? Sudah menjadi hak nya akan menolakku atau tidak. Dan harusnya aku sudah menyiapkan diri untuk hal – hal seperti ini. Tapi kenyataannya, aku belum siap.
            Aku menyeka air mataku. Ku tatap wajahnya seraya mengulas senyum. Aku tetap menatapnya walaupun dia mengalihkan pandangannya. Aku mencintainya kan? Jika ini dapat membuatnya bahagia, apa yang harus aku pikirkan kembali? Sudah pasti aku harus menemaninya merasakan kebahagiaan itu.
“Gomawo,” ucapku sebelum melangkahkan kaki keluar.
Kenyataan memang tak selamanya menyenangkan..         

Aku duduk menemaninya yang tertidur di ruangan bercat putih dengan bau obat yang mendominasi. Ku genggam tangannya erat sembari meletakkan kepalaku di pinggiran ranjang. Aku terlalu lelah menangis. Air mataku sudah habis.
            Mengapa dia tak pernah menceritakannya kepadaku? Mengapa aku tak pernah mengetahuinya? Padahal, keluarga kami saling mengenal. Betapa bodohnya aku.
            BaekHyun terkena penyakit kronis stadium akhir. Aku tak mengerti dan tidak peduli dengan apa nama penyakitnya. Yang ku pikirkan saat ini adalah bagaimana membuatnya bertahan.
            Aku mengetahui semua dari Chanyeol, sahabatnya. Dia menceritakan semuanya kepadaku.

Aku sudah mencoba menghindarinya. Aku sudah mencoba. Tapi semua nya sia – sia. Aku benar – benar tidak bisa menjauh darinya. Setiap kali dia ada di hadapanku, aku tak dapat menahan keinginanku untuk menghampirinya. Namun ketika aku bersamanya, aku sesegera mungkin menjauh. Kau pasti mengerti kan mengapa aku melakukannya? Ya, aku tak ingin terlalu merasa nyaman dan akhirnya bergantung padanya, karena aku tak mungkin lama merasakannya. Maaf jika aku menyinggung soal umur lagi. Aku melakukannya karena aku juga takut akan kemungkinan – kemungkinan buruk yang terjadi, maksudku jika nanti tiba – tiba dia menanyakan hal yang tak bisa aku jawab. Aku harus bagaimana?

Hal buruk itu benar – benar terjadi. Kau tau kan, Chanyeol. Aku mencintainya. Ingin sekali aku mendekapnya dan mengatakan ’saranghaeyo’ saat itu. Tapi bagaimana? Aku tak ingin menyakitinya lebih jauh. Kau tahu kan? Penyakitku ini menghalangi segalanya. Aku tak ingin menyinggung tentang umurku, karena memang hanya tuhan yang bisa menentukan panjang atau tidaknya. Aku menyesal ketika aku melukai hatinya. Aku merutuki diriku sendiri yang saat itu berani – berani nya mengatakan hal sekejam itu. Tapi, aku benar – benar tak bisa berbuat apa - apa. Apa yang harus aku lakukan sekarang?

Masih teringat isi pesan singkat yang dikirim Baek Hyun pada sahabat karibnya itu. Chanyeol menunjukkannya padaku. Terlalu banyak hal yang berkelebat di pikiranku. Termasuk kata – kata Chanyeol.

“Dia bilang bahwa kau lah semangatnya. Dia dapat bertahan sampai saat ini karenamu. Dia merasa punya harapan hidup ketika melihatmu. Dia begitu bersemangat setiap kali menceritakan semua tentangmu padaku. Percayalah. Dia mencintaimu lebih dari kau mencintainya.”

Jadi ini yang di maksud dengan “Sesuatu yang berlebihan jika aku membicarakan tentang masa depan.”?
Ini yang yang di maksud dengan “Cukup memikirkan untuk hari ini dan esok saja.”?
Dan ini yang di maksud dengan “Mungkin aku akan merindukannya.”?


Ku susuri kamar sunyi ini sambil sesekali melihat dan menyentuh barang – barang yang tersusun rapi. Gitar coklat nya masih disimpan di sudut ruangan. Ku raih dan ku dekap gitar itu.
Aku merindukannya. Sudah lewat dua minggu sejak ‘hilang’ nya dia. Ya, kalian pasti tahu makna dari kata ‘hilang’ yang aku maksud.
Ku lihat coretan – coretan tangannya dan mencoba memahami maksud tulisannya. Ku coba mengubungkan huruf demi huruf yang dia tulis. Han.. Hye.. Na. Han Hye Na? Namaku?
Ku letakkan gitar itu dan kembali melihat – lihat isi kamar BaekHyun. Terlihat sebuah box kecil terletak di pojok ruangan di atas meja. Kuhampiri box itu dan mencoba membukanya. Aku terheran ketika melihat CD dan sepenggal surat yang terdapat di dalamnya. CD apa ini?
Aku membuka surat yang sedari tadi ku genggam dan membacanya :
Ini alasanku mengapa aku banyak menghabiskan waktu dengan gitarku. Aku mencoba membuat lagu ini untukmu. Semoga kau menyukainya.
                                                                        Dari yang mencintaimu,
                                                                              Byun Baek Hyun
Ku putar CD itu dan mendapati suara indah Baek Hyun beserta alunan gitarnya di sana.

Saranghae, imal hatjima (aku mencintaimu, jangan lupakan perkataanku ini)
Yongwonhi norul seangil igasumman pumgo sara galkkoya (Aku akan hidup selamanya denganmu di hatiku)
Jinan shiganeul semyeo apa woolji malgo.(Jangan menangis dalam kesakitan menghitung waktu yang berlalu)
Jinjeonghae (Tenanglah)
Geogjongma itjanna (Aku ada disampingmu)
Yeoreo gagiro gomaweoyo (Terima kasih atas segalanya)
got dasi bol su isseumyeon jokesseoyo(Aku berharap kita bisa bertemu lagi secepatnya)
cheoeum buteo geudaeneun yeongwontorok geudaeneun, gippeulttaena seulpeulttaena neul sarang hagessseumnida (Dari semula engkau dan hingga selamanya tetap engkau, saat gembira ataupun saat sedih aku akan selalu menyayangimu)
Gajima na saranganhaedo dwae. Naega deo manhi saranghamyeon deonikka (Jadi jangan tinggalkan aku, jangan pergi. Engkau tak harus mencintaiku. Aku hanya akan mencintaimu sendiri)
Norul hangsang saranghal goya (Aku akan selalu mencintaimu)
Nol kuriwohal goya (Aku akan merindukanmu)

Ku resapi setiap nada yang mengalun lembut. Dan lagi – lagi, aku hanya bisa menangis. Tergugu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar