Judul : I Love You
Author : Rizka_RiChan
Genre : Romance
Rating : Teenager
Length : Ficlet
Author’s
Note :
Anyeonghaseyo~~
Posternya itu fotonya
Baek Hyun sama Victoria F(x). Author pake Victoria soalnya pose nya lagi pas
banget, hehe. Tapi di cerita, author pake OC, kok.
FF INI 100% HASIL
PEMIKIRAN AUTHOR. CERITA NYA BENAR – BENAR FIKTIF. TIDAK SESUAI SAMA SEKALI
DENGAN KENYATAAN. AUTHOR TIDAK BERMAKSUD JELEK. AUTHOR HANYA INGIN MENYAMPAIKAN
IDE AUTHOR SAJA. JIKA ADA YANG TIDAK SETUJU DENGAN CAST, ATAU BIAS, ATAU
CRITANYA, AUTHOR MINTA MAAF YA~
NO PLAGIATOR!
Plagiator hanyalah orang – orang yang tidak bisa menghargai hasil orang lain,
yang merusak, dan menyebabkan banyak dampak negative. Saya tahu, FF saya bukan
FF yang sudah sempurna dan bagus, tapi setidaknya hargai ide saya. Saya yakin,
suatu saat plagiator akan merasakan dampak buruk yang pernah dilakukannya dulu.
Maka dari itu, plagiator jauh – jauh ya dari sini.
Author tidak melarang adanya SIDERS.. ^^ Hanya saja, bukannya lebih baik jika kalian member saya komentar, agar saya bisa lebih baik lagi? Bukannya itu hal yang baik? Saya akan benar – benar berterima kasih untuk itu. ^^
Author tidak melarang adanya SIDERS.. ^^ Hanya saja, bukannya lebih baik jika kalian member saya komentar, agar saya bisa lebih baik lagi? Bukannya itu hal yang baik? Saya akan benar – benar berterima kasih untuk itu. ^^
Oke, Mianhae author
banyak omong.. ._.v Enjoy Reading and don’t forget to give a comment! Itu
sangat berarti buat author..^^
~
Hye Na PoV~
Tap.. Tap.. Tap..
Kuayunkan kaki ku melewati lorong
gedung yang sudah tak berpenghuni ini. Derap langkahku terdengar begitu jelas.
Wajar saja jika suasananya begitu sunyi dan mencekam. Siapa yang masih
berkeliaran jika sudah sesore ini? Lebih baik tidur dan bersantai di rumah
saja.
Tanpa sengaja,
telingaku menangkap suara petikan gitar. Semakin ku melangkah, semakin jelas
terdengar. Bukan suara yang asing. Ku lihat di ujung lorong gedung lantai 4,
menghadap ke arah pemandangan luas, seorang namja (pria) dengan poni diterpa
angin yang sedang duduk bersila sembari memetik gitar dan membuat coretan di
kertas yang berserakan. Dia Byun BaekHyun, teman dekatku. Aku ragu akan sebutan
‘teman’ setelah aku menyadari bahwa aku memiliki perasaan yang lebih kepadanya.
Dia orang pertama
yang berbicara denganku ketika aku baru saja pindah ke Korea. Mungkin bisa
dibilang ‘kembali’. Aku memang berasal dari Korea, hanya saja tinggal lama di
Brisbane, Australia. Baek Hyun adalah tetanggaku. Rumahnya tak jauh dari tempat
tinggalku. Hanya berjarak dua rumah.
Aku tak tahu bagaimana bisa aku
mengenalnya. Dia namja (pria) pendiam dan tidak terlalu sering berkomunikasi.
Dia hanya sering berkutat dengan gitarnya, bersama pena, dan notes atau
sesekali kertas – kertas putih. Seingatku, aku mengenalnya ketika ada sebuah
perayaan di daerah rumahku. Yang jelas, ketika itu aku mengambil makanan dan
tidak sengaja menumpahkan makanan itu ke baju BaekHyun. Namun, aku terkejut
ketika melihat reaksinya. Dia hanya tersenyum. Dan lebih parahnya lagi, dia
malah mengajakku makan bersama. Sejak itu, entahlah, kita mulai dekat satu sama
lain. Yeah, classic story.
Yang aku inginkan
adalah menghabiskan banyak waktu dengannya, tapi aku harus menerima kenyataan
yang berbeda. Aku tak pernah bisa. Dia seperti mencoba menghindariku. Dan
kenyataan menyakitkan lainnya adalah dia sering pergi begitu saja tanpa
berpamitan dulu padaku. Dan aku? Aku tidak berbuat apa – apa. Aku hanya melihat
nya sampai dia benar – benar menghilang dari pandanganku. Aku tak mengerti
mengapa aku tak dapat menahannya. Seharusnya aku marah atau menegurnya. Tapi,
aku tak pernah melakukannya. Tak pernah bisa. Mungkin aku sudah terbiasa dengan
sifatnya yang cuek itu. Tragis memang.
BaekHyun memangku
gitar coklat yang penuh dengan coretan tangannya. Entahlah, apa yang dia tulis
di sana. Tulisannya begitu membingungkan, abstrak, dan.. uhh, susah untuk
dipahami dan dijelaskan. Di sekitarnya terdapat banyak kertas – kertas dan
sebuah pena. Yah, begitulah dia. Jika sudah bertemu dengan ketiga benda
tersebut -Gitar,kertas,dan pena-, dia tak akan ingat bahwa dia masih hidup di
muka bumi dan masih banyak hal di sekitarnya. Bahkan mungkin dia akan lupa
bahwa ada aku di sini. Ah, lupakan tentangku. Dia akan sibuk dengan dunia nya
sendiri. Aku sendiri tak mengerti dia sedang di dunia yang bagaimana. Ya, biarlah
dia nikmati dunia nya sendiri.
”Sedang apa di sini? Sudah hampir
malam dan kau belum juga pulang?” suaraku menghentikan aktivitasnya.
“Ah, ani (tidak). Aku hanya, yah..
melakukan hal yang memang biasa aku lakukan,” jawabnya seraya melempar senyum
padaku. Aku duduk di sampingnya sembari memandangi nya yang memetik gitar asal
– asalan.
“Apa kau tak lelah?
Segeralah pulang,” aku mencoba menunjukkan perhatianku padanya.
“Heum? Aniyo (tidak). Oh iya,
bagaimana pengumuman beasiswamu ke luar negeri itu?” jawabnya sembari menatapku
teduh. Ya, pandangan yang selalu bisa membuatku luluh dan berulang kali jatuh
hati padanya.
“Akan di umumkan bulan Mei nanti.
Kau, bagaimana? Jadi melanjutkan sekolah di mana?”
“Aku? Belum terfikirkan.”
“Belum? Bagaimana bisa? Teman –
teman kita yang lain sudah mulai melanjutkan sekolahnya. Ayolah, kau pasti
bisa,” aku mencoba menghiburnya. Dia selalu menjawab begitu setiap ku tanya
tujuannya ke depan.
“Masa depan? Sesuatu yang berlebihan
jika aku membicarakan tentang masa depan. Cukup memikirkan untuk hari ini dan
esok saja.” dia melihatku dengan tatapan yang mematikan. Tolong. Jangan
tersenyum lagi. Atau lebih baik kau hentikan waktu saja agar aku dapat terus
melihat senyummu.
Aku mengurungkan niatku untuk
berkata lebih lanjut ketika dia tiba – tiba berdiri sambil menenteng tasnya. Sedari
tadi dia sudah merapikan barang – barangnya dan siap untuk pergi sekarang.
“Pulanglah,” ucapku singkat sembari
mengembangkan senyum.
Namja (pria) itu, selalu menyisakan
tanda tanya…
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ku gores kertas putih di hadapanku
ini dengan tinta hitam. Mencoba menyibukkan diri. Memfokuskan segala pikiranku
pada satu namja yang sedang aku gambar sketsa wajahnya. Otak, mata, dan
tanganku bekerja secara bersamaan. Otakku mencoba mengingat bayangannya,
sedangkan mata dan tanganku mencoba menggambarkan sosoknya, walaupun tetap jauh
lebih baik aslinya. Aku terus menggores dan menggores tanpa peduli dengan orang
– orang di sekitarku.
“Sedang apa? Sepertinya asik
sekali,” segera ku tutup buku ku dan menyembunyikannya di balik punggung ketika
melihat Byun BaekHyun datang dan duduk di sampingku yang sedang berteduh di
bawah pohon. Ya, seperti itulah dia. Datang dan pergi tanpa di duga. Datang
ketika aku mulai berhasil menahan egoku untuk terus bersamanya dan pergi ketika
aku benar – benar membutuhkannya. Aku lelah. Bagaimana caranya agar dia
mengerti tentang perasaanku?
“Ah, ani(tidak). Tidak sedang apa –
apa. Hehe,” aku menjawabnya seraya mengatur nafas. Aku terkejut karena
kedatangannya yang tiba - tiba.
“Kau ini, selalu saja,” jawabnya
sambil menggerutu kesal. Dia memalingkan muka, lalu menunduk, meraba – raba
rumput, dan sesekali mencabutnya. Tingkahnya persis seperti orang yang sedang
gelisah.
“Gwenchana(tidak apa-apa)?” aku
memulai percakapan lagi setelah aku hanya memandanginya yang sedang menatap
langit senja. Apa dia sakit? Dia terlihat tak bersemangat.
“Mungkin aku akan merindukannya,”
ucapnya sembari tersenyum dan menunduk. Ya, kata – kata yang singkat, namun
menimbulkan berjuta tanda tanya.
“Mwo(Apa)? Mworago(Apa yang kamu
katakan)? Naega Arraji Anayo(Aku tak mengerti),” aku bingung. Apa maksudnya?
“Kau akan tahu nanti,” dia menatapku
dengan senyumannya. Senyuman mautnya. Mencoba meyakinkanku. Dan tak lama, lagi
– lagi ia berjalan pergi dan menyisakan aku sendiri di sini.
Aku tak berhenti memikirkan maksud
perkataannya.
“Mungkin aku akan merindukannya.”
Merindukannya? Siapa? Apa yang di
maksud dengan ‘-nya’? Seseorang? Apa yang dia maksud adalah langit? Well,
memang terdengar konyol. Tapi, tadi dia mengatakannya sambil menatap langit,
kan? Tidak menutup kemungkinan.
Namja (pria) itu, lagi – lagi
menyisakan tanda tanya…
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Aku menghentak –
hentakkan kaki. Ya, itu kebiasaanku jika aku merasa bosan atau gugup. Aku
mengedarkan pandanganku dan kembali fokus pada ponsel yang ku genggam, mengetik
beberapa kalimat, dan menekan tombol send.
Aku mulai cemas. Apa dia tidak jadi datang? Ini sudah pukul 08.00 dan aku telah
menunggunya sejak 2 jam yang lalu.
Hari ini, BaekHyun berjanji akan
menghabiskan waktu seharian bersamaku. Hal ini terjadi karena aku mendesaknya.
Aku berhasil mendapatkan beasiswa bersekolah di luar negeri dan aku menyuruhnya
melakukan ini sebagai hadiah darinya.
Dari jauh, ku lihat Baek Hyun yang
berlari ke arahku. Dia terlihat pucat. Aigoo(astaga).. Apakah dia sakit? Apa
aku yang terlalu memaksanya?
“Mian(Maaf)..
Mianhae(Maaf).. Ada sedikit urusan yang harus aku kerjakan tadi. Aku benar –
benar minta maaf,” ucapnya saat sampai di hadapanku sembari mengatur nafasnya,
“Hyunnie.. Kau tidak
apa – apa? Kau terlihat pucat. Apa aku terlalu memaksamu?” ku pegang pundaknya
seraya menurunkan sedikit posisi kepalaku sampai bisa menangkap wajahnya yang
sedang menunduk mengatur nafas.
“Ahh.. Ani (tidak).
Aku sudah berjanji, dan aku tidak boleh mengingkarinya,” jawabnya. Dia
merenggangkan tubuhnya seolah menunjukkan padaku bahwa dia baik – baik saja.
“Mau ke mana kita sekarang?”
tanyanya sembari melempar senyum padaku.
“LOTTE WORLD!”
Bermain di Lotte World memang benar
– benar menguras tenaga. Aku dan BaekHyun sedang berada di salah satu Café di
daerah Seoul, menikmati 2 cangkir cappuccino latte sembari menikmati
pemandangan kota Seoul di malam hari.
“Hyunnie,” ucapku memecah
keheningan. Sejak tadi, aku dan dia hanya menatap pemandangan luar dan sibuk
dengan pikiran masing – masing.
“Heum?” responnya sambil menyesap
cappuccino latte yang digenggamnya. Aku gugup. Apa harus aku katakan sekarang?
Aku.. Aku bingung. Bagaimana ini?
“Aku.. Aku.. Me-“ aku menggantungkan
kalimatku.
“Me-? Me- apa?”
“Menyukaimu. Yah, aku menyukaimu.”
Yah, harga diriku benar – benar runtuh sebagai wanita. Aku takut melihatnya.
Aku takut akan kemungkinan – kemungkinan buruk yang akan terjadi. Siapa tahu,
dia akan menghindariku, atau malah membenciku. Tapi, mau tidak mau aku harus
menghadapinya. Aku sudah terlalu lama menunggu dan sudah terlalu jauh
melangkah. Aku tidak bisa berhenti saat ini juga.
Aku mulai mencoba menatap wajahnya.
Dia terlihat biasa saja. Tak tersirat rasa terkejut di wajahnya. Dia menghela
dan mengalihkan pandangannya menuju cappuccino latte yang di letakkannya di
meja. Tangannya mempermainkan cangkir di hadapannya.
“Sayangnya, aku tidak.” Akhirnya dia
berbicara. Dengan santai nya dia mengatakan hal itu tanpa ada perasaan menyesal
yang tersirat di setiap perkataannya. Aku tertunduk. Menahan air mataku yang
mencoba keluar. Ku kepalkan kedua tanganku, mencoba meredam emosi. Aku tak tahu
harus apa. Apa aku harus marah, membentaknya, menangis, kecewa, aku tak tahu.
“Lalu, untuk apa kau mendekatiku?”
tanyaku cepat dengan nada tajam dan dingin.
“Aku? Mendekatimu?”
Hatiku teramat sakit ketika
mendengarnya mengatakan hal itu. Cukup sudah. Setelah sekian lama aku menunggu
saat ini, yang ku dapat hanyalah rasa sakit yang teramat dalam. Air mataku
sudah tak terbendung. Aku ingin melampiaskan kemarahanku padanya. Namun, apa
hak ku? Sudah menjadi hak nya akan menolakku atau tidak. Dan harusnya aku sudah
menyiapkan diri untuk hal – hal seperti ini. Tapi kenyataannya, aku belum siap.
Aku menyeka air mataku. Ku tatap
wajahnya seraya mengulas senyum. Aku tetap menatapnya walaupun dia mengalihkan
pandangannya. Aku mencintainya kan? Jika ini dapat membuatnya bahagia, apa yang
harus aku pikirkan kembali? Sudah pasti aku harus menemaninya merasakan
kebahagiaan itu.
“Gomawo,” ucapku
sebelum melangkahkan kaki keluar.
Kenyataan memang tak
selamanya menyenangkan..
Aku duduk menemaninya
yang tertidur di ruangan bercat putih dengan bau obat yang mendominasi. Ku
genggam tangannya erat sembari meletakkan kepalaku di pinggiran ranjang. Aku
terlalu lelah menangis. Air mataku sudah habis.
Mengapa dia tak pernah
menceritakannya kepadaku? Mengapa aku tak pernah mengetahuinya? Padahal,
keluarga kami saling mengenal. Betapa bodohnya aku.
BaekHyun terkena penyakit kronis
stadium akhir. Aku tak mengerti dan tidak peduli dengan apa nama penyakitnya.
Yang ku pikirkan saat ini adalah bagaimana membuatnya bertahan.
Aku mengetahui semua dari Chanyeol,
sahabatnya. Dia menceritakan semuanya kepadaku.
Aku
sudah mencoba menghindarinya. Aku sudah mencoba. Tapi semua nya sia – sia. Aku
benar – benar tidak bisa menjauh darinya. Setiap kali dia ada di hadapanku, aku
tak dapat menahan keinginanku untuk menghampirinya. Namun ketika aku
bersamanya, aku sesegera mungkin menjauh. Kau pasti mengerti kan mengapa aku
melakukannya? Ya, aku tak ingin terlalu merasa nyaman dan akhirnya bergantung
padanya, karena aku tak mungkin lama merasakannya. Maaf jika aku menyinggung
soal umur lagi. Aku melakukannya karena aku juga takut akan kemungkinan –
kemungkinan buruk yang terjadi, maksudku jika nanti tiba – tiba dia menanyakan
hal yang tak bisa aku jawab. Aku harus bagaimana?
Hal
buruk itu benar – benar terjadi. Kau tau kan, Chanyeol. Aku mencintainya. Ingin
sekali aku mendekapnya dan mengatakan ’saranghaeyo’ saat itu. Tapi bagaimana?
Aku tak ingin menyakitinya lebih jauh. Kau tahu kan? Penyakitku ini menghalangi
segalanya. Aku tak ingin menyinggung tentang umurku, karena memang hanya tuhan
yang bisa menentukan panjang atau tidaknya. Aku menyesal ketika aku melukai
hatinya. Aku merutuki diriku sendiri yang saat itu berani – berani nya
mengatakan hal sekejam itu. Tapi, aku benar – benar tak bisa berbuat apa - apa.
Apa yang harus aku lakukan sekarang?
Masih
teringat isi pesan singkat yang dikirim Baek Hyun pada sahabat karibnya itu.
Chanyeol menunjukkannya padaku. Terlalu banyak hal yang berkelebat di
pikiranku. Termasuk kata – kata Chanyeol.
“Dia
bilang bahwa kau lah semangatnya. Dia dapat bertahan sampai saat ini karenamu.
Dia merasa punya harapan hidup ketika melihatmu. Dia begitu bersemangat setiap
kali menceritakan semua tentangmu padaku. Percayalah. Dia mencintaimu lebih
dari kau mencintainya.”
Jadi
ini yang di maksud dengan “Sesuatu yang berlebihan jika aku membicarakan
tentang masa depan.”?
Ini
yang yang di maksud dengan “Cukup memikirkan untuk hari ini dan esok saja.”?
Dan ini yang di
maksud dengan “Mungkin aku akan merindukannya.”?
Ku susuri kamar sunyi
ini sambil sesekali melihat dan menyentuh barang – barang yang tersusun rapi.
Gitar coklat nya masih disimpan di sudut ruangan. Ku raih dan ku dekap gitar
itu.
Aku merindukannya.
Sudah lewat dua minggu sejak ‘hilang’ nya dia. Ya, kalian pasti tahu makna dari
kata ‘hilang’ yang aku maksud.
Ku lihat coretan –
coretan tangannya dan mencoba memahami maksud tulisannya. Ku coba mengubungkan
huruf demi huruf yang dia tulis. Han.. Hye.. Na. Han Hye Na? Namaku?
Ku letakkan gitar itu
dan kembali melihat – lihat isi kamar BaekHyun. Terlihat sebuah box kecil
terletak di pojok ruangan di atas meja. Kuhampiri box itu dan mencoba
membukanya. Aku terheran ketika melihat CD dan sepenggal surat yang terdapat di
dalamnya. CD apa ini?
Aku membuka surat
yang sedari tadi ku genggam dan membacanya :
Ini
alasanku mengapa aku banyak menghabiskan waktu dengan gitarku. Aku mencoba
membuat lagu ini untukmu. Semoga kau menyukainya.
Dari
yang mencintaimu,
Byun Baek Hyun
Ku
putar CD itu dan mendapati suara indah Baek Hyun beserta alunan gitarnya di
sana.
Saranghae,
imal hatjima (aku mencintaimu, jangan lupakan perkataanku ini)
Yongwonhi
norul seangil igasumman pumgo sara galkkoya (Aku akan hidup selamanya denganmu
di hatiku)
Jinan
shiganeul semyeo apa woolji malgo.(Jangan menangis dalam kesakitan menghitung
waktu yang berlalu)
Jinjeonghae
(Tenanglah)
Geogjongma
itjanna (Aku ada disampingmu)
Yeoreo gagiro
gomaweoyo (Terima kasih atas
segalanya)
got dasi bol su isseumyeon jokesseoyo(Aku
berharap kita bisa bertemu lagi secepatnya)
cheoeum buteo
geudaeneun yeongwontorok geudaeneun, gippeulttaena seulpeulttaena neul sarang
hagessseumnida (Dari semula engkau
dan hingga selamanya tetap engkau, saat gembira ataupun saat sedih aku akan
selalu menyayangimu)
Gajima na
saranganhaedo dwae. Naega deo manhi saranghamyeon deonikka
(Jadi jangan tinggalkan aku, jangan pergi. Engkau tak harus mencintaiku. Aku
hanya akan mencintaimu sendiri)
Norul hangsang
saranghal goya (Aku akan selalu mencintaimu)
Nol kuriwohal goya
(Aku akan merindukanmu)
Ku resapi setiap nada
yang mengalun lembut. Dan lagi – lagi, aku hanya bisa menangis. Tergugu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar